Artikel ini telah dibaca 6334 kali. Terima kasih.
Tiada Hari Tanpa Membaca Al-Qur’an
“Barangsiapa yang tertidur sebelum menyelesaikan satu Al-Qur’an atau sebagian dari hizb, kemudian ia membacanya antara shalat Shubuh dan shalat zhuhur, maka ditulis baginya (pahala) sebagaimana pahala saat membacanya di malam hari.” (HR. At Tirmidzi, Abu ‘Isa berkata, ini adalah hadits hasan shahih)
Saudaraku,
Jika kita renungkan sabda Rasulullah diatas, menunjukkan semangat berinteraksi dengan Al-Qur’an yang tidak boleh terlewatkan oleh kondisi apapun yang merintangi serta kendala apapun yang menghadang. Ciri khas mereka adalah membaca Al-Qur’an dalam shalat malam, terutama shalat malam. Mereka banyak sekali membacanya pada waktu malam. Ada target-target tilawah yang harus mereka selesaikan setiap malamnya (hizb). Jika mereka terhalang membacanya diwaktu malam, maka mereka menggantinya pada pagi hari. Betapa para pendahulu kita, dari nabi Muhammaad SAW dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan benar interaksinya dengan Al-Qur’an begitu akrab dan membaca Al-Qur’an bagi mereka menjadi suatu amalan yang tidak pernah diabaikan baik dalam kondisi menetap (muqim), dalam perjalanan (safar), sehat atau dalam kondisi sakit sekalipun.
Saudaraku,
Begitulah saudaraku , hendaknya interaksi kita dengan Al-Qur’an, meneladani para pendahulu kita dari kalangan shalafus shaleh yaitu semangat mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an yang tidak terintangi dan terhalang oleh kendala-kendala yang menghadang, mereka bertekad tidak akan melewatkan hari tanpa baca Al-Qur’an, mereka menekuninya siang dan malam. Jika mereka terhalang membacanya diwaktu malam, maka mereka menggantinya diwaktu siang. Jika disiang hari mereka tersibukkan oleh urusan-urusan dan perniagaan yang mereka urus, maka mereka sangat merindukannya agar bisa membacanya diwaktu malam.
Mereka adalah orang-orang yang pantas kita iri terhadap mereka. Sebagaimana disinggung dalam sebuah hadis Rasulullah Shallahu wa Alaihi wa Sallam:
ߒڢTidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua orang; yaitu seseorang diberi kemampuan oleh Allah untuk membaca dan memahami Al-Qur’an kemudian ia mengamalkannya, baik pada malam maupun siang, dan seseorang yang dikarunia harta oleh Allah kemudian ia menafkahkannya dalam kebaikan, baik pada waktu malam maupun siang hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam keyakinan para shalafus shaleh, membaca Al-Qur’an adalah nutrisi hati yang bila tidak dipenuhi akan membuat hati akan mati. Mereka lebih mengutamakan nutrisi hati dari pada nutrisi badan, dan selalu merasa ada yang kurang dan sesuatu yang hilang bila ada hari terlewatkan tanpa membaca Al-Qur’an. Kondisi ini tentu berbeda dengan orang-orang yang minim kuantitas dan kualitas ibadahnya. Mereka hanya bisa merasakan lapar fisik, haus badan, dan sakit badan semata. Adapun haus, lapar, dan sakitnya hati bagi mereka adalah sesuatu yang sangat sulit dirasakan.
Saudaraku,
Para Sahabat ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an mereka tidak pernah jemu dan bosan membacanya siang dan malam. Karena kebersihan hati mereka, jadi ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an jiwa mereka selalu bergembira dan hati mereka jatuh cinta terhadap Al-Qur’an, ketika hati suci dan jiwa telah terpaut cinta dengan sesuatu tentu para pecinta merindui sepanjang waktu apa yang dicintainya dan akan betah berlama-lama dengan apa yang dicintainya.
Sahabat Utsman bin Affan pernah berkata, “Jika hati itu suci, maka ia tak akan pernah puas dan bosan untuk membaca Al-Qur’an.
Saudaraku,
Mari introspeksi secara jujur kepada diri kita masing-masing. Bagaimana keaadan kita ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an? Sejauh mana kedekatan kita dengan Al-Qur’an? Sejauh mana ketergantungan kita kepada kitab Allah tersebut? Apakah diri kita bisa-biasa aja ketika satu hari terlewatkan tanpa membaca Al-Qur’an? Jangan-jangan kita lebih sempat baca Koran ketimbang baca Al-Qur’an?
Saudaraku,
Mulai saat ini, mari kita perkuat lagi ketergantungan kita kepada Al-Qur’an. Mari pererat lagi interaksi kita dengan Al-qur’an.
Sungguh saudaraku,
Hendaknya semangat berinteraksi dengan Al-Qur’an harus melebihi semangatnya seorang pelajar ketika membaca buku pelajaran yang esok harinya mau diujikan. Tentu ia akan membacanya dengan pernuh perhatian, teliti dan cermat sehingga ia benar-benar siap menghadapi ujian sedetail mungkin esok harinya.
Hendaknya rasa butuh kita terhadap Al-Qur’an dalam menjalani kehidupan ini melebihi butuhnya seorang nahkoda akan peta tujuannya dan kompas sebagai penunjuk arah. Tentu seorang pelaut agar sampai ketempat tujuan sangat bergantung dengan peta dan penunjuk arah.
Saudraku, mari kita akrabi dan bersahabat dengan Al-Qur’an, dengan membaca, mentadaburi, menghafal, mengajarkan dan mengamalkannya. Dan jangan kita biarkan hari kita berlalu tanpa membaca Al-Qur’an.
Salam santun
Ahmad Khan
Artikel ini telah dibaca 6334 kali. Terima kasih.