Artikel ini telah dibaca 587 kali. Terima kasih.

Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM) menyarankan warganya tidak menggunakan teknik rapid test kit (pengambilan sampel darah) untuk mendeteksi COVID-19.

Dirjen Kesehatan Malaysia, Dr Noor Hisham Abdullah, mengatakan, tes corona yang dipakai pihaknya saat ini adalah rRT-PCR (swab tenggorokan), karena rapid test hanya bisa mendeteksi antibodi di dalam tubuh.

“Untuk informasi, ujian laboratorium yang dilakukan di fasilitas kesehatan pemerintah untuk mendeteksi infeksi COVID-19 adalah dengan menggunakan teknik Real-Time Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (rRT-PCR),” kata Abdullah di Putrajaya dilansir Antara, Selasa (25/3).

“Justru, [tanda] rRT-PCR COVID-19 positif sudah terbukti bahwa tubuh terjangkit oleh virus COVID-19.

Keputusan yang tepat melalui teknik rRT-PCR amat penting dalam pengurusan pasien COVID-19 yang terdeteksi,” katanya.

Menurutnya, rapid test yang kini beredar di pasaran hanya untuk mendeteksi antibodi di dalam tubuh. Sehingga, virus baru akan muncul sekitar lima hingga delapan hari setelah terinfeksi.

Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menunjukkan hasil tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 kepada orang dalam pengawasan (ODP) di Bogor. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

“Ujian RTK yang mendeteksi antibodi tidak dapat mendeteksi virus. Ini menyebabkan rapid test tak membantu dalam pendeteksian awal kasus COVID-19. Justru rapid test yang mendeteksi antibodi tidak disarankan untuk tujuan diagnosa COVID-19,” katanya.

Kemenkes Malaysia meminta warganya tidak sembarangan melakukan rapid test tanpa saran ahli kesehatan. Sebab, mereka menilai, ini akan berpotensi menimbulkan salah tafsir dan keresahan terhadap hasilnya.

“Rapid test kit tidak direkomendasikan untuk diagnosis virus,” tambah Abdullah dilansir Malay Mail.

“RRT-PCR memiliki akurasi 98 hingga 99 persen. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan mendesak masyarakat untuk tidak mengambil tes rapid test kit secara sewenang-wenang tanpa berkonsultasi dengan praktisi medis, karena berpotensi menyebabkan kesalahpahaman dan frustrasi atas hasil tesnya,” katanya.

Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan

Berbeda dengan Malaysia, Indonesia menambahkan skrining pemeriksaan melalui rapid test, tak lagi hanya mengandalkan PCR. Bahkan pemerintah telah menerima 150 ribu paket reagen atau cairan senyawa kimia untuk rapid test dari China, dan 125.000 di antaranya sudah didistribusikan ke seluruh daerah.

Namun, jubir penanganan corona RI, Achmad Yurianto, tetap mengingatkan masyarakat tetap mewaspadai penularan virus tersebut. Pasalnya, Yuri menyebutkan, hasil negatif dalam Rapid Test tidak berarti masyarakat terbebas dari virus corona. Bisa saja saat tes dilakukan, virus belum bereaksi di bawah tujuh hari.

Selain itu, rapid test yang dinyatakan positif disertai gejala sakit sedang tetap harus dikonfirmasi dengan menggunakan test PCR.

Artikel Asli

Artikel ini telah dibaca 587 kali. Terima kasih.

Leave a Reply