Artikel ini telah dibaca 812 kali. Terima kasih.

Beredar di medsos informasi terkait mekanisme terjadinya kematian pada pasien Covid-19 yang disebabkan oleh virus Corona seperti berikut ini.

Saya share hanya sebatas berbagi informasi saja. Semoga ada yang dapat memberikan keterangan atau penjelasan yang menguatkan atau membatah.

Selamat membaca…

Berikut ini ringkasan dari postingan hasil Tim Liu Liang (prof. forensik di Tongji Medical College).

Profesor Liu Liang membedah dengan hati-hati tubuh pasien corona yang baru meninggal. Tanpa itu kita tidak akan pernah tahu kebenaran yang mengejutkan. “Laporan Pengamatan Umum Anatomi Korban Meninggal karena Pneumoonia virus Corona ” yang diterbitkan dalam Journal of Forensic Medicine, bahwa ada cairan kental abu-abu di paru-paru almarhum, lendir putih berbusa di rongga trakea, dan rongga bronkial paru-paru. Lendir yang seperti jeli itu melekat kuat. Cairan kental inilah yang menghalangi alveoli, memblokir saluran udara, memblokir paru-paru interstitial, memblokir tabung bronkial, secara bertahap membiarkan paru-paru kehilangan fungsi ventilasi , membuat pasien dalam keadaan hipoksia, dan akhirnya mati karena gagal napas. Cairan kental ini merenggut nyawa pasien Corona dan membuat mereka menderita pada saat-saat terakhir kehidupan mereka.

Ketakutan mereka mencapai ekstrem. Mereka berjuang seperti tenggelam dlm sumur, berteriak “tolong”. Mereka dipenuhi dengan keputus-asaan dan rasa sakit, Mereka terengah-engah, bahkan jika mereka memakai masker oksigen dan ventilator, mereka tidak dapat menghirup oksigen. Mengapa mereka tidak bisa menghirup oksigen dengan dukungan ventilator? Karena cairan kental itu menghalangi jalur oksigen. Jalannya tidak bisa dilewati. Sejumlah besar oksigen dihirup, tetapi penyumbatannya tambah meningkat. Oksigen tidak dapat disalurkan ke dalam darah, dan akhirnya mereka tercekik oleh cairan kental ini. Oleh karena itu, Profesor Liu Liang menunjukkan bahwa penggunaan alat ventilator oksigen secara buta tidak hanya gagal untuk mencapai tujuan tetapi bahkan mungkin menjadi kontra-produktif. Tekanan oksigen akan mendorong lendir lebih dalam ke ujung paru-paru, sehingga semakin memperparah keadaan hipoksia pasien.

Dengan kata lain, pengobatan Barat hanya melihat hipoksia pasien, tetapi tidak melihat penyebab di balik hipoksia pasien. Cairan kental ini disebut dahak, harus ditangani sebelum memberikan oksigen, jika tidak, berapapun banyaknya oksigen disalurkan juga akan sia-sia.

Kita hanya perlu membuka saluran udara ini, menghilangkan dahak, menghilangkan kelembaban, membiarkan alveoli mengering, dan membiarkan bronkus halus lancar dan tidak terhalang, dengan demikian tidak diperlukan ventilator oksigen sama sekali, pasien akan pulihkan fungsi paru-paru sendiri, dan ia akan menghirup oksigen dari udara.

Tulisan ini kemudian ditanggapi secara cerdas oleh bro Aji Soko Santoso sebagai berikut:

“Menarik sekali! Saya sudah membaca berita mengenai penelitian Prof.Liu Liang seperti komen Anda. Nampaknya temuan ini diperkuat oleh Dr.Luciano Gattinoni dari Universitas Kedokteran di Gottingen, Jerman dalam laporannya mengenai penanganan pasien corona yang menderita gagal nafas di Italia Utara dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine bulan Maret lalu.”

“Dr.Gattinoti menganjurkan untuk meninjau pendekatan yang berbeda untuk pasien corona yang kritis.Kemudian Dr.Nathalie Stevenson dan Prof.Gary Mills dari NHF Foundation, Inggris memberikan pandangan bahwa corona merupakan penyakit baru dan membutuhkan penanganan yang berbeda dari gagal nafas biasa. Hal ini dicatat dalam interview oleh Medscape UK.”

Ada seorang sahabat, bung Toni Gede yang menanyakan bagaimana mengeluarkan dahak tersebut .

Kembali sahabat bro Aji Soko Santoso menjawab sebagai berikut:

“Untuk mencairkan dahak atau mucus dari paru-paru, pasien harus diberi minum obat mukolitik atau pencair dahak seperti ambroxol, mucohexin, erdosteine atau n-acetyl cysteine (yang terkuat). Bila tidak bisa minum, harus dialirkan lewat selang. Tanpa bantuan mukolitik, dahak kental yang memenuhi bronkus tidak akan bisa keluar. Dengan bantuan obat di atas, dahak akan menjadi encer dan dapat dikeluarkan lewat batuk atau suction pump low pressure.”

Lalu bagaimana kalaupun sudah diberikan mukolitik dan sudah dilakukan suction tetapi dahak tetap tidak mau keluar ?

Menurut penulis, dalam kasus seperti ini Bronchoscopy bisa menjadi pilihan .

Baru baru ini juga dikabarkan bahwa penggunaan Ventilator pada pasien covid 19 ternyata banyak menimbulkan efek negatif tidak seperti yang diharapkan .

Semoga ini semua bisa menjadi masukan dan pertimbangan bagi para staf medis yang saat ini sedang berjuang keras untuk menyembuhkan pasien yang terlanda wabah covid 19, juga sebagai tambahan pengetahuan bagi kita semua .

Dari hati yang paling dalam penulis sampaikan hormat dan salut atas perjuangan anda semua dan semoga Tuhan yang maha esa melindungi dan menyertai segala perjuangan anda .

Artikel ini telah dibaca 812 kali. Terima kasih.

Leave a Reply