Artikel ini telah dibaca 770 kali. Terima kasih.
Jakarta –
Roos Nurningsih (70) memilih tetap berkarya di masa pensiun dengan menjual produk jamu buatannya sendiri di Kota Malang. Ia memberi jamu buatannya bagi yang membutuhkan hingga kini berbagi pengetahuan dan pelatihan jamu ke masyarakat, terutama milenial.
Sebelum terjun ke usaha jamu, Roos adalah seorang pensiunan sebuah perusahaan asuransi yang ingin menghabiskan masa istirahat dan waktu luangnya di rumah dengan aktivitas baru.
“Setahun setelah pensiun saya berpikir harus punya kesibukan. Hingga suatu ketika adik saya menawarkan untuk membuat ramuan jahe. Saya mencoba dan menawarkan ke beberapa teman atau kenalan adik saya,” ujar Roos dalam keterangan tertulis, Selasa (21/4/2020).
“Namun saya masih belum berani karena saya tidak ahli dalam marketing. Hingga akhirnya adik saya membantu mempromosikan jamu saya ke para pensiunan ketika mereka mengadakan kegiatan” imbuhnya.
Dengan keberanian ini, Roos kemudian menemukan titik awal dari usaha jamunya. Dengan bantuan teman-teman dan adiknya, pelan-pelan jamu buatannya mulai diminati masyarakat sekitar. Di tengah permintaan yang mulai meningkat, Ross kemudian mengembangkan usahanya dengan menjual berbagai macam produk jamu dan diberi nama Jamu ‘Ibu Roos’.
Dari sisi pendanaan, dirinya mengakui masih memiliki dana tabungan dan pemberian anaknya. Namun perlahan pasti, usaha jamu Ibu Roos mulai diminati masyarakat, hingga ia memutuskan untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke Bank BRI. Dengan dana tersebut, Ia bisa menambah varian produk jamunya.
Saat ini tercatat ada tujuh varian jamu yang dihasilkan yaitu, jahe, kunir, kunir putih, temulawak, jahe merah dan kencur, serta jamu vitalitas. Selain memproduksi jamu sendiri, Roos juga bekerja sama dengan produsen obat kapsul untuk menghasilkan jamu kapsul.
Selain dijual ke teman-temanya, Roos menitipkan jamunya ke toko-toko terdekat di sekitar Malang. Namun demikian penjualan jamunya masih sebatas offline atau dipasarkan melalui toko dan ke reseller-reseller untuk dipasarkan lagi di beberapa kota di Indonesia seperti Banjarmasin, Pontianak, Sulawesi Utara, Merauke, Bali, dan Mataram.
Hingga suatu waktu, Roos ikut bergabung dalam acara pelatihan bagi pelaku UMKM di Kota Malang. Ia pun masuk dalam 30 UMKM terpilih. Dari kegiatan itu, Roos dikenalkan dengan Indonesia Mall, salah satu produk bentukan kerja sama Bank BRI dengan e-commerce untuk mendorong UMKM go-online.
Setelah masuk Indonesia Mall, pendapatan Ibu Roos dari produksi jamunya mengalami peningkatan dan jamu Ibu Roos bisa terkenal hingga ke beberapa kota di Indonesia. Hasil jamu produksinya sekarang tidak hanya di jual offline saja, tetapi juga dijual secara online dan menjangkau konsumen di dalam maupun di luar negeri seperti Malaysia, AS, Australia, London dan Jepang.
Diakui Roos, penjualan online menjadi salah satu opsi penjualan yang turut berkontribusi bagi peningkatan pendapatannya.
“Saya tidak berharap banyak atau memiliki target yang besar. Saya hanya bersyukur di usia saya saat ini saya punya aktivitas dan tetap memiliki pendapatan. Namun yang paling penting lagi, jamu saya bisa bermanfaat bagi orang banyak,” tuturnya.
Menjual jamu hasil racikan sendiri saat ini telah menjadi aktivitas sehari-hari Roos. Jamu yang dirintisnya sejak nol kini mulai dikenal masyarakat dan bermanfaat bagi banyak orang. Namun aktivitas Roos tidak berhenti pada memproduksi jamu saja, ia juga ikut aktif memberikan pelatihan atau penyuluhan tentang jamu di Kota Malang.
Di waktu luang, Roos menyempatkan waktunya untuk memberikan pelatihan membuat jamu kepada kaum Ibu Karang Taruna, kelompok pensiunan yang aktif mengikuti kegiatan senam, dan organisasi-organisasi lainnya. Roos juga memberikan pelatihan pembuatan jamu bagi mahasiswa atau pelajar di sekitar Kota Malang.
Selain mengajari cara membuat jamu, Ia juga memberikan penyuluhan tentang manfaat dan khasiat jamu di era pengobatan modern saat ini. Baginya, jamu tetap menjadi alternatif pengobatan yang aman dan nyaman bagi masyarakat.
“Saya ingin memperkenalkan ke anak muda kaum milenial bahwa jamu itu tidak sekuno yang dipikirkan. Persepsi tentang jamu itu bukan ‘orang gunung.’ Saya ingin generasi saat ini tidak lupa dengan jamu,” pungkasnya.
Artikel ini telah dibaca 770 kali. Terima kasih.