Artikel ini telah dibaca 6949 kali. Terima kasih.
berita ini betul-betul mengurut dada kita. mereka adalah wakil rakyat yang kita pilih untuk mengurus segala urusan kita. tapi faktanya berbeda dengan apa yang kita harapkan. dari tahun 2004 3000-an anggota dprd kita terjerat tindak pindana korupsi. fantastis!
sepertinya kita perlu mengevaluasi kembali mekanisme sistem pencalonan anggota legislatif oleh masing-masing partai. apakah sudah sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditentukan oleh partai atau aturan baku seperti baik intelejensi, emosi, spiritual dll.
masyarakat hanya memilih dari calon-calon yang diajukan partai. bila partai yang bersangkutan tidak melakukan seleksi dengan benar, maka hal itu akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.
saya menyarankan, agar orang yang pintar secara intelejensi, emosi dan spiritual banyak mengisi struktur-struktur partai. walaupun hal ini belum menjamin, tapi setidaknya bisa menjadi langkah awal untuk penyeleksian calon-calon aleg yang lebih baik. karena mereka akan dipilih oleh orang-orang yang memiliki tanggung jawab yang baik terhadap masyarakat dan Tuhannya…
selamat mebaca…
————————-
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak dihelat pemilukada pada 2004, hampir 3.000 anggota DPRD provinsi serta kota/kabupaten di seluruh Indonesia terjerat hukum. Tindak pidana korupsi mendominasi kasus hukum yang menjerat anggota DPRD.
Sebanyak 431 anggota DPRD provinsi terjerat kasus hukum. Berdasarkan surat izin pemeriksaan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada akhir 2012, sebanyak 137 (35,49 persen) orang diperiksa kepolisian dan 294 orang (64,51 persen) diperiksa kejaksaan. Dari 431 kasus, sebanyak 83,76 persen terjerat kasus korupsi, dan lainnya kasus pidana, pemerasan, dan perzinahan.
Jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang terseret kasus hukum lebih besar lagi mencapai 2.545 orang. Namun, hingga kini aparat kepolisian dan kejaksaan baru memeriksa 994 orang saja. Dari 2.545 anggota dewan, terdapat 1.050 orang (40,07 persen) teridentifikasi kasusnya adalah korupsi. Dengan kata lain, selama delapan tahun terakhir, setidaknya 2.976 anggota dewan terjerat kasus hukum yang didominasi kasus korupsi.
“Jumlah data itu terus bertambah karena anggota dewan yang tersangkut kasus hukum, ada saja setiap harinya,” kata Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek, Kamis (28/2).
Untuk kepala daerah, kata dia, sejak diberlakukannya pemilukada langsung hingga awal 2013, kepala daerah yang terbelit kasus hukum mencapai 291 orang. Dari jumlah itu, 70 persen di antaranya akibat terlibat praktik tindak pidana korupsi.
Sesuai analisis dan kajian tim Kemendagri, kata Reydonnyzar, salah satu alasan maraknya anggota dewan dan kepala daerah tersangkut kasus hukum lantaran pelaksanaan pemilukada langsung. Model rekrutmen terbuka, alias siapa saja bisa menjadi anggota dewan dan kepala daerah membuat orang terjerumus melakukan pelanggaran.
Apalagi dana kampanye untuk pencalonan sangat tinggi, sambungnya, sehingga biasanya mereka bakal mencari cara untuk mengembalikan modalnya. Menurut Reydonnyzar, artis, pengusaha, alim ulama, sejauh mendapat dukungan parpol bakal bisa mencalonkan diri dalam pemilihan langsung.
“Meski populer, namun minim kapasitas, kapabilitas dan kualitas, serta integritas bisa terpilih menjalankan pemerintahan di legislatif dan eksekutif,” ujarnya.
Salah satu solusi yang ditawarkan Kemendagri untuk mengatasi maraknya praktik korupsi tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada terkait pemilihan gubernur oleh DPRD. Selain bisa menghemat biaya, juga meminimalisasi pelanggaran politik uang yang dilakukan anggota DPRD provinsi.
Adapun karena tidak ingin mencederai pelaksanaan otonomi khusus, kata Reydonnyzar, pemilihan bupati/wali kota tetap dipilih rakyat dengan mekanisme kontrol ketat.
Artikel ini telah dibaca 6949 kali. Terima kasih.
so gmn kl kpk nya dibubarin aja seperti usulan FH? angka tsb bisa nol dlm lima tahun ke depan
Rame2 aja Rakyat turunkan anggota DPRD yg sudah tidak mendengar. Keinginan Rakyat……