Artikel ini telah dibaca 3383 kali. Terima kasih.
“Wahai orang-orang yang beriman… ” (QS Al-Baqarah [2] : 183)
Allah memanggil pada permulaan ayat di atas: “Wahai orang-orang yang beriman”. Ini bukan sembarang panggiIan, sebab yang memanggil adalah Allah Tuhan Pencipta alam semesta yang, semua mahluk bergantung kepada-Nya.
Tidak ada yang bisa melepaskan diri darikekuasaan-Nya. Jadi, orang yang mengaku sebagai hamba-Nya, hendaknya segera bergegas memenuhi panggilan ini.
Dalam panggilan tersebut, Allah tidak menyebutkan kriteria duniawi. Dengan kata lain, Allah tidak berfirman: “Wahai orang-orang yang kaya, Wahai orang-orang yang berkedudukan tinggi.” dan lain sebagainya. Yang Allah panggil adalah mereka yang beriman. Mengapa? Ada rahasia yang tersimpan di balik seruan itu.
Di antaranya:
Pertama, Bahwa dengan menyatakan keimanannya, seseorang mempunyai posisi tersendiri di sisi Allah. Allah sangat bangga kepada hamba-Nya yang beriman. Karenanya, Allah mengundang mereka secara khusus dalam AI-Qur‘an, undangan
“yaa ayyuhalladziina aamanuu” selalu Allah ulang. Menggambarkan yang Allah anggap sebagai hamba-Nya, hanya mereka yang beriman. Yang tidak beriman, tidak termasuk sebagai hamba-Nya.
Kedua, Bahwa poisisi keduniawian apapun megahnya, bila tidak disertai iman, Allah tidak bangga dengannya. Bahkan Allah sangat benci kepada seseorang yang setelah diberi kenikmatan dunia, tapi malah berbuat maksiat kepada-Nya. Ingat, Allah berfirman:
“Adapun manusia apabilaTuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, dia berkata: “Tuhanku telah memuliakanku. Tapi bila Tuhannya menguji lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. (QS AI-Fajr [89]: 15-16)
Di sini tampak bahwa ukuran berhasil tidaknya seseorang bukan terletak pada kekayaan atau kemiskinannya, melainkan terletak pada keimanannya. Karenanya, yang Allah panggil pada ayat di atas adalah mereka yang beriman. Sebab, kaya dan miskin di mata Allah adalah ujian. Apalah arti orang kaya yang tidak beriman dan tidak menaati Allah semua itu hanya kesia-siaan.
Sebaliknya, sungguh sangat mulia seseorang sekalipun secara materi sangat miskin, tetapi ia beriman dan menaati-Nya. Orang seperti ini pasti tergolong mereka yang Allah panggil dalam ayat di atas.
Ketiga, bahwa untuk melaksanakan ibadah puasa syaratnya harus beriman terlebih dahulu. Tanpa iman, ibadah puasa seseorang tidak diterima oleh Allah. Allah hanya mengakui ibadah puasa hamba-Nya yang beriman. Karenanya, dalam banyak hadits Rasulullah selalu menyebutkan kata ‘imanan wahtisaban’, untuk menunjukkan bahwa ibadah yang Allah terima adalah ibadah berdasarkan iman dan harapan atas ridha-Nya.
Simaklah beberapa hadits berikut:
“Orang yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridha-Nya, Allah ampuni dosa-dosanya yang telah Iewat.”(HR Bukhari – Muslim)
Dalam hadits Lain:
“Orang yang menegakkan shalat malam Ramadhan (tarawih) dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridha-Nya, Allah ampuni dosa-dosanya yang telah Ialu.” (HR Muslim)
Lalu khusus mengenai shalat pada malam lailatul Qadar Rasulullah bersabda:
“Orang yang menegakkan shalat malam laiIatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridha-Nya, Allah ampuni dosa-dosanya yang telah Ialu.” (HR Bukhari-Muslim)
Dr. Amir Faishol Fath
Pakar Tafsir Al-Quran International Islamic University Islamabad
Artikel ini telah dibaca 3383 kali. Terima kasih.