Artikel ini telah dibaca 10855 kali. Terima kasih.
awal kisah nyata ini saya tulis pada tanggal 19 januari 2008 ketika anak ke 4 saya dalam perawatan khusus di ruang NICU di sebuah rumah sakit ternama (terbaik se asia tenggara) di jakarta. publikasi pertama di milis ppi-jepang@yahoogroups.com yg di dalamnya ada teman-2 baik saya dg profesi sebagai dokter yg sedang melanjutkan program s3 di berbagai universitas jepang dengan tujuan agar kelak mereka tidak melakukan hal yg sama spt yg ada pada kisah nyata yg saya dan istri alami. saya angkat kembali ke blog ini dengan tujuan yg sama. respon dari para dokter terkait kisah ini masih tersimpan di milis tsb hingga hari ini. silahkan direfer arsip-2nya dari tgl 19 januari sampai 21 feb 2008. semoga bermanfaat…
19 januari 2008
buat para dokter dan suster ppi jepang yg saya cintai dengan sepenuh hati…
hampir 1 bulan setengah ini saya berinteraksi dengan masyarakat rumah sakit (dokter, suster dan komponen lainnya). baru berselang beberapa berinteraksi saya sudah mulai gusar melihat cara kerja dan atitude dokter dan susternya. istri saya tahu sekali karakter suami tercintanya (smile). buru-2 dia menyabarkan saya dan memohon utk tidak komplen apa-2 ttg itu. saya mengalah karena memahami kekhawatirannya akan kemungkinan efek negatif perlakukan terhadap anak ke 4 kita. istri saya betul-2 sabar. dibandingkan saya yg hanya sabtu dan minggu mengunjungi si kecil, istri saya setiap hari. sampai akhirnya benteng pertahanan saya jebol dan istri saya cuman senyum-2 sebagai tanda sepakat dengan apa yg saya lakukan.
saya katakan ke istri, “kita tidak bisa membiarkan mereka terus tidak tahu bagaimana bekerja dg baik dan profesional dalam merawat pasien. sementara kita yg punya banyak pengalaman hidup di luar negeri dan tahu betul betapa baik dan profesionalnya mereka dalam melayani, merawat dll thd pasien. kalau tidak kita ajarkan, mereka (orang-2 indonesia) akan terus begitu. tidak akan pernah ada improvement. sudah sepantasnya kita ajarkan apa yg menurut kita baik agar bisa juga dilakukan oleh masyarakat kita (khususnya dokter, suster cs)…”
yg saya keluhkan antara lain:
- suster bertanya ke dokter, si dokter tidak mau menjawabnya malah judes berkomentar, “jangan tanya hal-2 yg tidak perlu ke saya!” wow keren. apa sulitnya menjawab pertanyaan si suster yg mungkin perlu utk konfirmasi atas keragu-2annya. kl salah mutusin trus berakibat fatal bagi si pasien (anak saya) siapa yg hrs tanggung jawab. suster atau si dokter? apa si dokter itu tidak mikir kalo pasien bisa saja mati gara-2 ketidaktahuan si suster dlm mengambil tindakan? begitu sulitkan
menjawab pertanyaan suster-2nya? saya dan istri yg lihat dan dengar dokter itu komat kamit dlm bahasa jepang… nani kono taido (attitude macam apa ini) ? honto ni sensei ka (betul-2 seorang dokter kah dia) ? -
umumnya mereka bekerja (merawat dsj) hanya sekedar menjalankan rutinitas, bukan (mungkin belum merasa) karena tanggung jawab dalam menjaga (menganggap perkerjaan itu adalah) amanah. kontrol terhadap pasien (bayi khususnya) belum maksimal. tidak terpikirkan konsep kejadian MAN GA ICHI (1 per 10000) spt orang jepang. kl saya tinggal lama-2 si bayi ini apa nggak apa-2? bahaya kah? kl muntah lalu tesedak sementara saya tidak ada, gimana ya? hal-2 spt ini sepele, tapi bisa gawat. dan ini kejadian pada anak saya. seandainya tidak ada istri saat itu, wallahu ‘alam apakah anak saya masih hidup hingga saat ini. muntah, trus tersedak dan nafasnya terputus gara-2 tersedak. suster yg
melihat hal itu, bukan malah datang utk men-take care justru minta tolong ke ibunya utk menghandlenya sendiri. yaa, berbaik sangka saja. mungkin itu utk mengajari istri saya bila hal yg sama terjadi di rumah, istri saya bisa melakukan tindakan penyelamatan… orang tua pasien lain yg satu kamar dg anak saya melaporkan, “wah bu, kemarin bayi ibu melorot sampai ke ujung inkubator…” saya dan istri pandang-2an. yaa, berbaik sangka saja. mungkin susternya sedang ngontrol bayi-2 yg lain, yg lebih perlu pertolongan…
21 januari 2008
3. spt kita tahu, di jepang misalnya, “nyawa” adalah yg menjadi prioritas. apa dan bagaimana pun kondisinya, rumah sakit, dokter, suster cs akan berusaha melakukan tindakan penyelamatan nyawa si
pasien semaksimal dan seoptimal mungkin. kalau perlu hingga melibatkan masyarakat dan pemerintah (dalam penggalangan dana misalnya). yg pertama-2 dilakukan adalah gimana caranya nyelametin nyawa si pasien. hal ini berbeda dg di kita. diprioritaskan dulu adalah masalah “duit” atau biaya perawatan ada atau tidak. tdk perduli sipasien sudah sekarat, urusan administrasi pembayaran yg ditanya dulu. gimana cara mbayarnya. baru selanjutnya rumah sakit, dokter, suster cs mikirin
gimana cara nyelametin si pasien. ini yg saya alami, dan membuat saya gregetan. siapa yang ngajari cara berpikir spt ini… anak saya baru akan ditangani operasi dll bila saya terlebih dulu nyetor uang
sejumlah minimal biaya operasi. tanpa itu operasi tdk akan jalan… rumah sakit ngasih solusi sih, tapi imho keblinger. “bapak bisa ngurus aksin… setelah dapat aksin, baru operasi bisa di jalankan… ”
dsb… coba pikirkan baik-2… alhamdulillah, saya mendeposit biaya-2 yg dibutuhkan. cuman saya mikir, bagaimana bila ini terjadi pada orang-2 yg pas-2an atau tidak mampu? apa urusan tetek bengek askin
lebih urgent ketimbang melakukan tindakan penyelamatan terlebih dahulu? saya tidak bisa menemukan jawabannya, baik secara logika maupun moral orang-2 bertuhan ini…
- antara divisi yang lain (accounting) dg lainnya (tempat bayi-2 dirawat oleh para dan dokter) tidak ada koordinasi sistem yg baik. yg dipikirkan cuman sistem masalah duit, duit dan duit (biaya pengobatan). utk pasien yg menggunakan jaminan, harusnya bagian accounting menginformasikan kepada bagian perawatan tadi. shg agar tindakan perawatan dan pengobatan berjalan secara lancar tanpa harus menunggu konfirmasi dari keluarga pasien oleh setiap suster yg merawat. suster a, b, c dst setiap kali turun resep selalu memerintahkan (tanpa dia tahu bahwa si pasien telah di jamin oleh
perusahaan dll) agar keluarga pasien menebus obat-2an utk perawatan selamat opname. ini berkali-2 terjadi. sampai akhirnya saya jelaskan, “seharusnya suster-2 di sini sdh tahu bahwa anak saya dalam jaminan perusahaan. anak saya sudah 1 bulan setengah di sini. kl hrs menunggu konfirmasi dari saya utk menebus resep, saya khawatir anak saya telat diobati. terlebih bila obat itu sangat urgent sekali. mohon diperhatikan hal itu… jangan menunggu-2 dlm pembelian obat dan peralatan utk seterusnya.” waktu saya sampaikan hal itu, di ruang ada dokter yg sdg merawat anak saya. dg harapan agar dokter itu juga mendengarnya…
yg unik lagi di rumah sakit kita, keluarga pasien selain disuruh nebus obat sendiri, kerap mendapatkan orderan yg mendadak dari rumah sakit utk membelikan peralatan perawatan, cari darah utk tansfusi. hal ini belum saya alami selama sy tinggal di jepang. saya hanya mikir, apa rumah sakit tdk punya control terhadap stok-2 barang dan obat-2an secara baik hingga stoknya habis bis, lalu meminta keluarga pasien utk mencarikannya? bila keluarga pasien orang yg mampu (punya supir dan
kendaraan) mungkin agak tidak masalah, masalahnya bila keluarga pasien yg pas2an atau miskin, yg utk ke rs saja harus naik angkot atau tumpangan. gimana mereka hrs melakukan itu dg cepat? apa hal ini tidak terpikirkan oleh rumah sakit, dokter, suster cs? kemarin saya komplen, “saya sudah cari barang-2 yg diminta ke apotik-2, mereka heran. kenapa peralatan itu di cari apotik, shrsnya pihak rumah sakit yg mengadakan… dan saya sdh mendapatkan, tapi baru hari senin bisa diambil krn apotik harus pesan dulu sebelumnya.” lalu di jawab oleh suster, “iya, pak.. itu memang barang langka.” saya semakin jengkel, “nah, apalagi sudah tahu kl itu langka, harusnya rumah sakit sedia stok yg banyak dan selalu ngecek sisanya tinggal berapa, lalu order sebelum stoknya habis…” dan seterusnya… sungguh sangat sulit di talar…
mas yudi, mas udin, mas bagus dan rekan-2 seprofesi…
ada pun tujuan saya menyampaikan hal ini adalah karena saya menginginkan kebaikan utk dunia rs, dokter dan suster kita. wa bil khusus, saya tdk ingin ini terjadi atau dilakukan oleh sahabat-2 saya.
minimal dg sharing cerita ini pesan utk teman-2 dokter tersampaikan. selanjutnya, bila tulisan saya mas-2 forward ke teman-2 seprofesi tentu akan banyak lagi yg bisa kita harapkan agar mereka tdk melakukan hal-2 demikian yg tidak profesional (apa pun alasannya, entah karena masalah pribadi yg sedang capai, sumpek, tanggal tua, hidup terpencil dsb) dan miskin komunikasi dg pasien (apa pun strata pendidikannya).
harapan yg lain, saya ingin mas-2 yg profesi dokter ini terus aktif melakukan perbaikan-2 di rumah sakit dsb seoptimal dan semaksimal mungkin. tidak boleh meratapi ketidakmungkinan-2 sebelum kita
melakukan aksi. mas-2 harus mewarnai semaksimal mungkin kebijakan-2 yg berpihak kepada masyarakat luas pada posnya masing-2. minimal jangan hanyut terbawa arus… jangan pernah meng-excuse kl kondisi tsb adalah harga mati yg sudah tidak bisa ditawar, lalu pasrah tanpa bisa berbuat apa-2. minimal, jangan bersikap spt contoh-2 yg sering muncul selama ini.
sering-2lah dari rekan-2 dokter utk mengkritisi penyimpangan-2 yg selama ini terjadi di rs, fak kedokteran dll. baik dalam forum-2, opini-2 di mas media atau yg lainnya… dan tumpuan masa depan rumah sakit kita ada di tangan mas-2 dokter semua… honto desu…
23 januari 2008
7. Alhamdulillah Allah SWT telah memilihkan jalan terbaik untuk anak saya. Jam 12:00 anak saya dinyatakan meninggal. Insya Allah hari ini akan dikuburkan.
3 febuari 2008
8. terakhir ttg kepekaan rasa dan sosial para dokter dan suster menjadi pr buat kita semua. khususnya bagi teman-2 seprofesi… di kala anak saya sedang sakaratul maut di NICU (neo natal ICU =
ruang khusus utk bayi-2 kritis atau perlu perawatan secara sangat intensif) utk dipasangi berbagai macam alat respirator dll, saya menunggu di luar ruangan dengan memasrahkan semuanya kepada tuhan… tiba-2 dari dlm ruangan yg saat itu kira-2 ada 10 lebih bayi kritis sedang di rawat terdengar suara yg sangat keras. anda tahu suara apa itu? para suster dan dokter (atau mungkin pejabat setempat) tertawa terbahak-2 dengan kerasnya. sekali lagi, mereka sedang tertawa terbahak-2 dengan kerasnya. saya pun terkaget, lalu bangkit memandangi mereka yg sedang tertawa. sesaat suasana menjadi hening… ingin rasanya memarahi, tapi saya tahan. di dlm sana ada anak yg saya yg
sedang dirawat. saya pun duduk kembali. namun hal itu terulang. mereka tertawa terbahak-2. belum sempat saya bangkit banyak rombongan siswa-2 perawat dari luar yg sedang study banding datang berkunjung ke nicu itu.
saya hanya bathin, suster macam apa mereka itu… tidakkah sadar mereka kalau di sana ada bayi-2 yg sedang kritis, yg membutuhkan perawatan khusus serta ketenangan? atau mungkin hati mereka sudah mati? melakukan pekerjaan hanya sebatas rutinistas? di mana perasaan mereka? entahlah…
ini menjadi pr buat kita semua. bila kita tidak sanggup merubahnya, saya mohon dengan sangat… janganlah menjadi bagian dari mereka… terima ksih atas doa teman-2 semua…
itu kira-2 masalah yg kita hadapi… sekedar info, ini terjadi di rumah sakit yg menjadi rujukan di rs-2 asia tenggara. rs-2 di singapura dll merujuk rs ini bila ada pasien yg sakit spt yg terjadi pada anak saya… rs nya megah dan mentereng. maksudnya saya sampaikan ke-elit-an rs ini bukan utk pamer, cuman menjadikan saya bertanya-2, lalu bagaimana rs-2 lainnya dibawah kelas rs ini?
(in memoriam Fayyez Afzhal Syahid Athallah, Dec 3rd 2007 – Jan 23rd 2008)
Artikel ini telah dibaca 10855 kali. Terima kasih.
Sy punya pengalaman pahit dengan pelayanan RS di Kepulauan Riau pada akhir tahun 2009 lalu. Dua bayi kembar kami menjadi buta permanen karena kurang sigap dan tanggapnya dokter menangani mereka. Sy jadi semakin sadar mengapa orang indonesia lebih memilih berobat ke Singapore dan Malaysia. Ternyata jawabannya, karena RS di Singapore dan Malaysia sangat menghargai pasien sebagai manusia, sedangkan RS di Indonesia, pasien tidak lebih sebagai objek bisnis sumber duit bagi pengelola RS. RS di Indonesia mirip bisnis bengkel mobil.
Assalamu’alaikum Can….
nemu blog kamu setelah buka milis PENS yang sudah setahun lebih nggak pernah dikunjungi…
Cerita kamu persis seperti yang pernah aku & istri alami waktu kelahiran putri pertama kami Mei 1998. Kesanku-pun juga tidak beda dengan yang kamu rasakan. Kalau ingat masa2 9 hari nungguin putriku di ruang ICU, kadang muncul rasa geram, benci dan eneg melihat tingkah polah dokter & suster di RS yang menurutku jauh dari rasa peduli kepada pasien….Kadang terselip rasa curiga bahwa putriku sempat dijadikan “bahan praktek” suster2 yang sedang studi. Karena pada satu kesempatan aku pernah lihat beberapa orang suster pelajar dan seorang dokter (bukan dokter yang biasa menangani putriku) mengerumuni putriku didalam ruang isolasi (kaca). Ketika aku dekati untuk melihat yang mereka lakukan, gordyn ruang itu ditutup.
Hari berikutnya kondisi putriku merosot tajam, setelah sempat membaik dan keluar dari ICU. Akhirnya 19 Mei 1998 Putriku kembali kepada Allah.
Semoga pengalaman candra dan aku bisa mengilhami para dokter & suster untuk berbuat lebih baik.
Aku punya banyak pengalaman dengan dokter dan suster di rumah sakit. Tapi sangat sedikit yang memberi kesan baik. Aku betul2 rindu dokter & suster yang bersahabat tanpa menimbang strata pasien….mudah2an masih ada yang seperti ini.
Mas Candra, mohon maaf. Lama tidak komunikasi, ternyata Mas Candra diuji oleh Allah dengan ujian yang “berat”. Ujia tersebut kalau terjadi pada saya, seperti saya belum cukup “bekal”.
Smoga teman2 dokter dan paramedis di Indonesia tercinta ini, bisa menjadikan pasien seperti anak,adik,saudara atau orang tua kita. Sehingga ketulusan itu ada.
Tapi selain gambaran diatas. Ada juga yg sama keluarganyapun tdk ada rasa cinta dan menyanyangi. artinya jgnkan kepada orang lain, kpd keluarganya saja “dingin”. dan itu smua mungkin terkait “duit”.
gelegak. haaaa!
mas candra. smoga sabar….
Nice artikel Mas Candra. Intinya yang anda jumpai di rumah sakit itu tidak jauh berbeda dengan yang anda temui di Pabrik, Pasar, Angkot, dan tempat lainnya. Artikel ini pun berhubungan erat dengan judul sebelumnya, ngeles, atarimae, dll. Settingan pola pikirnya dari awal begitu sih ya…